0 / 0

Hukumnya Orang Pingsan, Orang Yang Dibius & Orang Yang Mengkonsumsi Obat Tidur Mengqadha’ Shalat Yang Tertinggal

Pertanyaan: 151203

Suami saya kecelakaan sampai dilarikan ke rumah sakit, para dokter menyarankan agar selalu dalam kondisi tidur dan tidak boleh terjaga agar tidak merasakan sakit karena patah tulang, sekarang sudah satu pekan dia dalam kondisi tidur, selama hari itu tidak bangun dan juga tidak melaksanakan shalat.

Pertanyaan saya:

Bagaimana cara mengqadha’ shalatnya ?, apakah ia mengqadha’ setelah para dokter memutuskan untuk membangunkannya dari tidurnya ?, maksudnya kita tunggu setelah dia bangun untuk mengqadha’nya ?, Jazakumullah khairan.

Teks Jawaban

Puji syukur bagi Allah, dan salam serta berkat atas Rasulullah dan keluarganya.

Pertama:

Jika seseorang sedang pingsan karena tidak sengaja, seperti pingsan karena kecelakaan atau karena sebab lainnya. Lalu ia ketinggalan satu kali shalat atau beberapa shalat, sebagian ulama berpendapat tidak ada qadha’ baginya, karena ia dalam kondisi pingsan tidak kena beban kewajiban shalat, ini pendapat Malikiyah dan Syafi’iyyah. Namun sebagian mereka berpendapat tetap mengqadha’, ini pendapat Hanabilah. Sebagian mereka berpendapat ia mengqadha’ jika jumlah shalatnya tidak lebih dari enam kali shalat, ini merupakan pendapat Hanafiyah.

Disebutkan di dalam Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah (11/110):

“Tidak menunaikan shalat yang terlewat dalam kondisi gila atau pingsan, menurut pendapat Malikiyah dan Syafi’iyyah karena tidak memenuhi syarat pada saat diwajibkannya shalat, berdasarkan sabda Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam-:

  رفع القلم عن ثلاثة : عن النائم حتى يستيقظ , وعن الصبي حتى يشب , وعن المعتوه حتى يعقل  

“Pena (pencatat amal) telah diangkat dari tiga hal: dari orang yang tidur sampai ia bangun kembali, dari anak sampai menjadi pemuda, dan dari orang yang bodoh sampai berakal”.

Dan menurut Hanafiyyah: “Jika ia menjadil gila, atau pingsan selama 5 kali shalat –atau enam kali menurut pendapat Muhammad- maka ia mengqadha’nya, jika ia menjadi gila, atau pingsan lebih lama dari itu maka tidak ada qadha’ baginya agar tidak menyulitkan.

Adapun Hanabilah mereka membedakan antara gila dan pingsan, mereka tidak mewajibkan qadha’ shalat yang terlewat karena gila, dan mewajibkan untuk mengqadha’ karena pingsan; karena pingsan itu biasanya tidak lama dan sebagaimana yang diriwayatkan dari ‘Ammar –radhiyallahu ‘anhu- bahwa ia telah pingsan selama tiga hari, kemudian ia siuman dan berkata: “Apakah saya sudah shalat ?”, mereka menjawab: “Kamu belum shalat selama tiga hari”, lalu ia berwudhu’ dan mengqadha’ shalat selama tiga hari tersebut. Dan dari Umran bin Hushain dan Samrah bin Jundub –radhiyallahu ‘anhuma- juga serupa dengan riwayat sebelumnya dan tidak diketahui satu orang pun yang berbeda pendapat tentang mereka, maka sudah menjadi seperti ijma’.

Baca juga Al Mughni (1/240) dan Al Majmu’ (3/8)

Syeikh Ibnu Baaz –rahimahullah- telah berfatwa berdasarkan atsarnya ‘Ammar dan berkata: “Jika pingsannya selama 3 hari atau kurang dari itu, maka harus mengqadha’, dan jika lebih dari 3 hari maka tidak perlu mengqadha’”.

Baca juga jawaban soal nomor: 10229

Hal ini jika pingsannya atau hilangnya kesadarannya bukan karena pilihan seseorang tersebut (tidak sengaja).

Kedua:

Jika hilangnya kesadarannya karena pilihannya sendiri, seperti bius, obat tidur untuk keperluan operasi misalnya, maka tetap wajib mengqadha’, inilah yang menjadi pendapat Hanabilah dan dikuatkan oleh Syeikh Ibnu Utsaimin –rahimahullah-.

Disebutkan di dalam Al Inshaf (1/390):

“Adapun jika hilang akalnya karena mengkonsumsi obat yang mubah, maka pendapat yang benar menurut madzhab adalah tetap wajib shalat. Hal ini juga merupakan pendapat jumhur sahabat-sahabat kami. Dikatakan juga bahwa tidak wajib (mengqadha’) shalat. Disebutkan di dalam Al Mughni dan orang-orang yang sependapat dengan beliau: “Barang siapa yang mengkonsumsi obat, lalu akalnya hilang karenanya, maka jika hilang akalnya itu tidak lama, maka dihukumi seperti orang pingsan, namun jika hilang akalnya dalam jangka waktu yang lama maka dihukumi seperti orang gila”.

Syeikh Ibnu Utsaimin –rahimahullah- berkata:

“Jika orang sakit sedang pingsan dan hilang kesadarannya maka tidak ada shalat baginya, kalau sekiranya orang yang sedang sakit itu pingsan selama satu atau dua hari, atau satu bulan, atau dua bulan kemudian ia siuman maka tidak ada qadha’ baginya, dan tidak mungkin pingsan itu dianalogikan dengan tidur; karena orang yang sedang tidur itu bisa bangun jika dibangunkan, berbeda dengan orang yang sedang pingsan tidak bisa dibangunkan, ia dalam kondisi antara tidur gila dan tidur biasa, hukum asalnya adalah bebas dari tanggung jawab. Atas dasar inilah maka barang siapa yang pingsan karena penyakit atau karena kecelakaan maka ia tidak perlu mengqadha’ shalat, baik waktu pingsannya sebentar atau lama. Adapun jika pingsannya disebabkan oleh obat bius yang ia gunakan karena keinginannya sendiri, akan tetapi ia belum siuman juga kecuali setelah dua atau tiga hari, maka ia tetap wajib mengulangi shalatnya; karena hal itu terjadi karena pilihannya”. (Al Liqo Asy Syahri) Baca juga Asy Syarhu Al Mumti’: 2/18)

Jika suami anda belum siuman setelah kecelakaan, tim dokter telah memberikan bius atau obat tidur kepadanya tanpa ia sadari, maka nampaknya tidak wajib qadha’ baginya; karena ia kehilangan kesadarannya bukan karena keingininannya, kalau jangka waktunya pendek, seperti selama tiga hari maka ia wajib mengqadha’nya, hal ini lebih berhati-hati”.

Wallahu A’lam

Refrensi

Soal Jawab Tentang Islam

at email

Langganan Layanan Surat

Ikut Dalam Daftar Berlangganan Email Agar Sampai Kepada Anda Berita Baru

phone

Aplikasi Islam Soal Jawab

Akses lebih cepat ke konten dan kemampuan menjelajah tanpa internet

download iosdownload android