Apakah tambahan dalam wudu seperti membasuh anggota tubuh empat kali itu termasuk makruh atau membatalkan wudu secara keseluruhan berdasarkan hadits mulia ‘Siapa yang melakukan suatu yang baru dalam urusan kami (agama) ini yang bukan darinya, maka ia tertolak’? saya telah membaca pendapat sebagian ulama bahwa itu makruh saja. Saya bertanya kenapa tidak batal wudu semuanya. Selagi ia adalah tambahan dalam agama yang bukan darinya. Saya mohon penjelasan dari anda hukum orang yang mengamalkan hal itu secara sengaja atau ketidak tahuan atau was was. Atau tambahan dalam wudu maksunya bahwa yang lebih banyak menjadikan wudunya itu sah dimana dapat menyeluruh anggota tubuhnya secara baik.
Siapa Yang Melebihih Dari Tiga (kali) Dalam Berwudu, Maka Dia Telah Berbuat Jelek Dan Tidak Batal Wudunya
Pertanyaan: 225952
Puji syukur bagi Allah, dan salam serta berkat atas Rasulullah dan keluarganya.
Pertama:
Yang sesuai sunah wudu itu tiga kali yaitu membasuh setiap anggota tubuh tiga kali. Lebih dari tiga kali termasuk berlebihan dan dholim.
Diriwayatkan oleh Abu Dawud, (135) Nasa’I (140) dan Ahmad (6684) dari Amr bin Syuaib dari ayahnya dari kakeknya berkata:
” جَاءَ أَعْرَابِيٌّ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَسْأَلُهُ عَنِ الْوُضُوءِ، فَأَرَاهُ الْوُضُوءَ ثَلَاثًا ثَلَاثًا، ثُمَّ قَالَ: ( هَكَذَا الْوُضُوءُ، فَمَنْ زَادَ عَلَى هَذَا فَقَدْ أَسَاءَ وَتَعَدَّى وَظَلَم
“Ada orang badui mendatangi Nabi sallallahu alaihi wa sallam bertanya tentang wudu, kemudian diperlihatkan wudu tiga kali tiga kali. Kemudian beliau bersabda, “Beginilah berwudu. Siapa yang menambahi dari ini, maka dia telah berbuat jelek dan melebihi batas serta dholim.”
Nawawi rahimahullah mengatakan, “Para ulama sepakat lebih dari tiga itu makruh. Maksud dengan tiga yang mencakup semua anggota wudu. Kalau tidak mencakup semua anggota wudu kecuali dengan dua cidukan. Maka ia termasuk satu kali basuhan. Kalau ragu apakah membasuh tiga atau dua, dijadikan hal itu baru dua dan ditambah lagi menjadi tiga. Ini yang benar yang dikatakan oleh jumhur (mayoritas) teman-teman mazhab. Sykeh Abu Muhammad Al-Juwaini dari teman mazhab kami mengatakan, “Menjadikan hal itu tiga tanpa ada tambahan khawatir terjerumus dalam bid’ah (tambahan) empat. Pendapat yang pertama itu yang sesuai dengan kaidah. Yang menjadikan empat itu bid’ah dan makruh, kalau hal itu dilakukan secara sengaja empat kali. (Selesai dari ‘Syarkh Nawawi ‘Ala Muslim, 3/109).
Syaukani rahimahullah mengatakan, “Tidak ada perbedaan makruhnya menambah dari tiga. Ibnu Mubarak mengatakan, “Saya tidak aman dari dosa kalau menambah lebih dari tiga dalam berwudu. Ahmad dan Ishak mengatakan, “Tidak menambah dari tiga kecuali seseorang yang terkena penyakit.” Selesai dari ‘Nailul Author, (1/218).
Syekh Ibnu Baz rahimahullah mengatakan,”Hadits menunjukan bahwa tidak diperbolehkan menambahi dari kesempurnaan yang dilakukan oleh Nabi sallallahu alaihi wa sallam. Yaitu tiga kali. Maksudnya menyempurnakan wudu tiga kalu bukan maksudnya cidukan. Maksud disini adalam basuhan. Kalau sekiranya setiap basuhan dua cidukan, maka menjadi enam cidukan. Bukan sesuatu yang jelek. Yang jelek itu ketika telah sempurna dalam membasuh kemudian diulangi lebih dari tiga kali. Kalau sekiranya membasuh kakinya contohnya dengan sekali cidukan, tapi belum sempurna basuhannya, membutuhkan cidukan kedua sampai sempurna basuhan kakinya. Kemudian membasuk kedua dan ketiga. Tambahan cidukan tidak mengapa. Yang penting basuhannya sempurna. Kedua dan ketiga. Jangan ditambah melebihi tiga. Ini di wajah, begitu juga di kedua tangan.” Selesai dari ‘Fatawa Nurun ‘Ala Darbi, (5/46).
Syekh Ibnu Utsaimin rahimahullah mengatakan, “Tambahan lebih dari tiga dalam wudu termasuk melampaui batas aturan Allah. Dan Allah Ta’ala telah berfirman:
وَمَنْ يَتَعَدَّ حُدُودَ اللَّهِ فَقَدْ ظَلَمَ نَفْسَهُ
“Dan barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah, maka sesungguhnya dia telah berbuat zalim terhadap dirinya sendiri.” Qs. At-Talak: 1.
Selesai dari ‘Fatawa Nurun ‘Ala Darbi, (7/2) penomoran syamilah.
Kedua:
Tambahan ini, meskipun sepakat dilarang. Akan tetapi tidak membatalkan sucian. Karena wudu terjadi secara sah dan sempurna tiga kali. Sementara tambahan tertolak tapi tidak membatalkannya.
Nawawi rahimahullah mengatakan, “Kalau lebih dari tiga, maka tidak terjerumus yang makruh dan tidak membatalkan wudunya. Ini mazhab kami dan mazhab seluruh ulama. Diceritakan Darimi dalam Istizkar, dari suatu kaum mengatakan ia dapat membatalkan wudu sebagaimana menambahi dalam shalat. Ini kesalahan yang nyata.” Al-Majmu’, (1/440).
Hafid Ibnu Hajar rahimahullah mengatakan, “Yang terkuat menurut Syafiiyyah ia termasuk makruh tanzih. Diceritakan dari Darimi diantara suatu kaum ada yang mengatakan, bahwa lebih dari tiga dapat membatalkan wudu. Seperti tambahan dalam shalat. Ini termasuk qiyas (analogi) yang rusak.” Selesai dari Fathul Bari, (1/234).
Syekh Ibnu Qosim rahimahullah mengatakan, “Pendapat bukan hanya satu orang bahwa lebih dari tiga termasuk makruh. Dan tidak membatalkan wudu secara ijma’ (consensus). “ selesai dari ‘Hasyiyah Raudhul Murbi’, (1/175).
Sementara sabda Nabi sallallahu alaihi wa sallam ‘Siapa yang membuat baru dalam urusan (agama) kami yang tidak ada (perintahnya) maka ia tertolak’ HR. Bukhori (297) dan Muslim (1718).
Yang tertolak disini adalah apa yang baru (dalam agama). Yaitu basuhan keempat. Penjelasan hal itu adalah bahwa membasuh anggota tubuh tiga kali itu sesuai sunah. Ia termasuk perintah Nabi sallallahu alaihi wa sallam. Kalau menambahi basuhan menjadi empat kali, berarti menambahi sunah. Ia tambahan yang tertolak. Wudunya sah dengan tiga kali basuhan. Dan yang keempat tertolak bukan termasuk wudu yang dianjurkan.
Syekh Ibnu Utsaimin rahimahullah mengatakan, “Kalau seseorang beribadah karena Allah Azza Wajalla dengan penambahan atas syariah, maka ia tertolak. Contoh hal itu adalah seseorang berwudu empat kali maksudnya mambasuh setiap anggota wudu empat kali. Yang keempat tidak diterima karena ia tambahan dari apa yang telah ada dalam syareat. Bahkan telah ada dalam hadits bahwa Nabi sallallahu alaihi wa sallam berwudu tiga kali dan mengatakan, “Siapa yang menambahi dari hal itu, maka dia telah berbuat jelek, melampaui batas dan dholim.” Selesai dari Syarkh Arbain Nawani. Hal. 99.
Ketiga:
Siapa yang menambahi keempaat secara sengaja, maka dia telah melakukan makruh yang dicela. Kalau dia menambahi keempat karena lupa atau ragu atau tidak tahu, maka tidak apa-apa. Tadi telah dinukilkan perkataan Nawawi rahimahullah perbedaan antara sengaja dan lainnya. Kalau was was itu lebih dekat adanya uzur karena dia melakukan tambahan itu seperti terkalahkan akal dan pendapatnya. Dimana seharusnya dia melawan was was itu sesuai dengan kemampuannya dan jangan menyerah.
Ibnu Qoyim rahimahullah mengatakan, “Tidak diragukan lagi bahwa syetan adalah yang mengajak untuk was was. Pelakunya taat kepada syetan. Dan mengikuti ajakan dan perintahnya serta tidak menyukai sunah Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam dan jalannya. Sampai salah seorang dari mereka ketika melihat wudunya seperti wudu Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam atau membasuhnya seperti membasuhnya Nabi belum suci dan belum menghilangkan hadatsnya. Kalau bukan karena ada uzur dengan ketidak tahuannya, maka dia termasuk melawan Rasul. Dahulu Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam berwudu dengan satu mud dan mandi dengan satu sha’. Orang yang was was melihat hal itu tidak cukup untuk membasuh kedua tangannya. Telah ada hadits shoheh dari beliau sallallahu alaihi wa sallam beliau berwudu satu kali satu kali. Tidak lebih dari tiga kali. Bahkan beliau mengabarkan bahwa ‘Orang yang menambahi dia telah berbuat jelek, melampaui batas dan dholim.’
Orang yang was was itu jelek, melampaui batas dan dholim berdasarkan kesaksian Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam. Bagaimana dia mendekatkan diri kepada Allah sementara dia melakukan kejelekan dan melampaui batasan-Nya.” Selesai dari ‘Igotsatul Lahfan, (1/127).
Wallahu a’lam .
Refrensi:
Soal Jawab Tentang Islam